Status Positif #3

image

image

image

ㅤㅤ ㅤㅤ ㅤㅤ
Kalau kemarin membahas tentang teori kepribadian, kali ini mari membahas mengenai teori kreativitas. Jadi, teori ini terbagi menjadi empat tipe.
ㅤㅤ ㅤㅤ ㅤㅤ
Ada yang kreativitasnya berkembang selama dia bereksperimen secara intens, ini tipe deliberate-cognitive.
ㅤㅤ ㅤㅤ ㅤㅤ
Ada yang deliberate-emotional, ini biasanya emosinya harus kuat dulu, lalu di situ secara deliberate (perlahan) kreativitas akan berkembang.
ㅤㅤ ㅤㅤ ㅤㅤ
Tipe tiga, ini bisa terjadi kalau si orangnya ingin mengembangkan ide/semacamnya, tp dia harus mengalihkan perhatian dulu sejenak ke hal lain, di situlah ini biasanya terjadi (cognitive-spontaneous).
ㅤㅤ ㅤㅤ ㅤㅤ
Tipe terakhir, spontan dan emosional. Biasanya artis, musisi tipenya ini. Selain spontan, harus melibatkan emosi juga (spontaneous-emotional).

(Kira² penjelasan versiku gini)😹 Nah, termasuk ke manakah tipe kreativitasmu? :3
ㅤㅤ ㅤㅤ ㅤㅤ
Sumber:
twitter @fact
https://www.blueoceanbrain.com/4-kinds-of-creativity/
https://www.psych2go.net/the-4-types-of-creativity/

Ketika Takdir Bicara

 

Beri aku waktu sejenak.

Agar terasa dingin dalam benak.

Tapi aku harus bergerak.

Cepat. Atau takdir lain bicara kelak.

 

 

“Bagaimana perasaanmu jika memiliki anak yang tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan?”

 

Duh, aku tak tahu harus bagaimana mengungkapkannya. Jawaban apa yang bisa diharapkan dari diri ini? Hanya satu hal yang pasti, bahwa ‘mereka’ semua akan bicara menanggapi.

 

Si angkuh akan berkata, “tak usah kau akui saja!”

 

Berbeda dengan pendapat si santun. “Itu berarti kau akan menjadi orang tua yang luar biasa.”

 

Tapi si logis juga tidak salah. “Kau tidak sendirian. Bersama pasanganmu, kalian dapat saling menguatkan.”

 

Begitu juga si optimis. “Hei, itu berarti anakmu akan sangat cemerlang di bidang lainnya.”

 

Aduh. Aku pusing!

 

Terutama dengan racauan si gengsi. “Ini memalukan!”

 

“Tidak! Ini ladang pahala!” sangkal si suci.

 

Apalagi si pesimis. “Kau telah gagal menjadi orang tua ….”

 

Gagal? Aku bergidik. Aku tidak ingin menjadi orang tua yang gagal, wahai semesta!

 

Suara siapa yang harus kuturuti? Mereka semua semakin menjadi dalam benakku. Menggerogoti ketenanganku. Yang satu menimpali yang lain. Suara satu mengalahkan sisanya.

 

Demi Tuhan, mereka saling bersikeras! Tidak satu pun di antara mereka mengenal kata ‘diam’. Seakan belum cukup, luapan mereka mengaduk-aduk perasaanku. Oh!

 

Tidak. Aku tahu seandainya itu terjadi, Tuhan takkan menolongku kecuali aku berusaha untuk menolong diri sendiri.

 

Atau setidaknya melakukan yang terbaik untuk anakku nanti.

 

Jadi, ya. Aku akan berusaha semampuku. Guna memperbaiki itu semua. Agar ‘kesimpangan’ itu dapat setidaknya teredam. Mungkin cara didikanku dan pasangan terhadapnya selama ini salah? Itu berarti harus ada yang diubah.

 

Atau masalah lainnya? Sumpah, akarnya akan kucari sampai ke ujung dunia.

 

Karena seorang anak tidak pernah salah, bukan? Titipan Tuhan satu ini bagaimana pun juga harus dijaga, dirawat, dan dibina sedemikian rupa.

 

Ah, aku tak peduli. Pokoknya, aku tidak boleh menyerah pada kenyataan demikian. Tidak boleh!

 

-Shelly Fw, 13 Maret 2017-